Jumat, 12 September 2008

Konsep Tentang Roh Menurut Emile Durkheim[1]

Konsep Tentang Roh Menurut Emile Durkheim[1]

Oleh: Adi Park

Pada masyarakat Australia ada pengakuan entitas lebih tinggi berada di atas dan berada di luar jiwa, seperti arwah, pahlawan-pahlawan mitos, dewa-dewi, serta lainnya. Perlu diketahui bahwa jiwa bukanlah roh. Jiwa merupakan sesuatu yang terkurung dalam tubuh, sekalipun pada saat tertentu akan meninggalkannya. Perginya jiwa tersebut terjadi ketika kematian menjemput. Proses perginya jiwa bisa dilihat dari kesakitan dan penderitaan yang dialami oleh individu yang sedang mengalami pemisahan.

Pada prinsipnya jiwa dan roh memiliki kebebasan dalam geraknya. Ia memiliki jangkauan yang luas, akan tetapi roh terikat dengan benda khusus yang ditempatinya, seperti mata air, batu-batu, pohon, bintang-bintang, dan lain-lain. berbeda dengan roh, jiwa tidak bisa bergerak bebas ketika terikat dengan tubuh, tetapi apakah setelah terpisah kebebasan jiwa baru terjadi. Perbedaan antara roh dan jiwa terjawab pada kasus jiwa orang Arunta dan roh leluhur yang ternyata berkedudukan sama.

Jiwa yang terpisah dari jasadnya, jasad tersebut dikubur. Akan tetapi jiwa itu untuk beberapa saat lainnya akan tetap berada di sekitar kubur, bahkan jalan-jalan keliling lingkungan kuburan untuk hal-hal yang bersifat positif. Asumsi inilah yang kemudian memunculkan anggapan bahwa, jiwa tersebut sebagai jiwa leluhur yang baik hati karena telah memelihara anggota keluarganya. Banyak kasus yang kita temui di masyarakat, roh bapak telah menjaga anak cucunya, tetapi kadang roh tersebut juga melakukan kemungkaran, tergantung perlakuan pada mood dan perlakuan mereka yang masih hidup kepadanya.

Walaupun tempat bersemayamnya roh yang sebenarnya adalah di dalam tanah, namun ia tetap mencari tempat lainnya seperti tersebut di atas (pohon, air, batu, etc.). nah, tempat singgahan baru inilah yang kemudian dianggap bisa mewakili tubuh roh tersebut. Roh akan terus berada di sana secara permanent. Kemudian, roh tersebut menimbulkan perasaan respek religius, sehingga seseorang yang mematahkan cabang pohon tersebut akan jatuh sakit.

Di Indonesia, tepatnya di Pesarean Gunung Kawi Malang Jawa Timur, terdapat pohon yang disakralkan. "Dewan Daru" adalah nama pohonnya. Pohon tersebut tumbuh di samping Makam Mbah Jogo dan Imam Soedjono, yang dianggap seorang wali oleh masyarakat sekitar. Menurut sejarahnya, pohon ini umurnya sudah ratusan tahun, hingga sekarang tidak ada yang berani menebangnya, jangankan menebang, untuk memetik daunnya saja tidak diperkenankan. Tidak ada aturan formal mengenai larangan ini, akan tetapi banyaknya kejadian yang menimpa orang yang melanggar aturan tersebut membuat orang semakin takut untuk melakukannya. Sakit yang tidak kunjung sembuh, selama dua pekan terjebak di pesarean adalah contoh kasusnya.



[1] Lebih lanjut baca Emile Durkheim, Sejarah Agama: The Elementay of Te Religius Life (Yogyakarta: IRCiSoD, 2005)

Mengenal Elit dalam Masyarakat


Mengenal Elit dalam Masyarakat

Oleh: Adi Park

Dalam Seluruh Tindakan Sosial, Para Pencipta adalah Individu yang Kreatif

(Sejarawan Arnold Toynbee)

Apa itu Elit?

Istilah elit sudah dikenal sejak abad ke-17 untuk menunjuk barang-barang yang mempunyai kualitas tinggi. Penggunaan kata tersebut, seiring berjalannya waktu, dipakai untuk menunjuk pada kelompok sosial yang unggul, unit-unit militer kelas satu, bahkan pada tingkat bangsawan.[1]

Vilfredo Pareto, seorang Sosiolog, mendefinisikan elit dengan dua cara yaitu: individu dilihat dari kelebihan dan kekurangan yang nampak di dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh untuk melihat perbedaan kelebihan dapat digunakan dengan indeks, dan ini seringnya digunakan dalam kelas, yaitu anak yang bisa mengerjakan soal akan mendapat nilai 10 (sepuluh), tetapi yang tidak bisa akan mendapat nilai nol (0).[2]

Kelompok elit, dalam realitas masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu ekonomis, politis, dan kelompok yang didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu. Dari ketiga kelompok tersebut, mempunyai hubungan erat satu dengan yang lainnya. Misal, kelompok politis biasanya jua orang yang mempunyai ekonomi, begitu sebaliknya.

Menjadi Elit?

Munculnya kelompok tersebut, merupakan proses yang terjadi di dalam masyarakat. Namun demikian, ada juga yang dibuat untuk mengejar tujuan bersama. Hal tersebut terjadi karena adanya unsur kepandaian, tingkat umur (senior), sifat asli yang dimiliki anggota kerabat dari seorang kepala masyarakat, dan tidak dipungkiri juga terbentuk oleh harta yang dimiliki dalam batas-batas tertentu.[3]

Untuk melihat kemampuan kelompok elit dalam mempertahankan posisinya, ditentukan oleh bisa dan tidaknya kelompok-kelompok tersebut ketika mempertahankan posisi dan masih mempunyai pengaruh di tengah masyarakat yang berubah, yaitu menciptakan masyarakat yang beradab.

Penciptaan masyarakat yang beradab inilah yang kemudian membentuk orang untuk menjadi elit, yaitu kemampuan yang dimiliki. Untuk itu, kesadaran apabila ada keinginan untuk masuk dalam kategori tersebut diperlukan usaha keras agar kualitas diri dimiliki, ditingkatkan.

Namun, tidak semua orang harus melakukan hal yang sama, karena tiap orang berada pada posisi yang berbeda. Hal tersebut seperti dijelaskan oleh Weber (yang khusus membahas pada tradisional), dalam tiga bagian, yaitu tradisional, karismatik, dan rasional legal. Untuk rasional legal, terdapat pada masyarakat barat modern, ini disebabkan oleh tingkat rasionalitas yang tinggi. Akan tetapi, untuk tradisional tidak berdasar pada sistem kepercayaan yang dilihat dari garis keturunan keluarga. Sedangkan karismatik lebih disebabkan oleh kemampuan yang luar biasa atau memiliki ciri-ciri yang tertentu yang diakui kelompoknya.[4]



[1] T.B.Bottomore, Elit dan Masyarakat, terj.Abdul Harris dan Sayid Umar, (Jakarta: Akbar Tanjung Institute, 2006), hlm.1.

[2] Ibid., hlm.1.

[3] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, edisi baru ke-empat, (Jakarta: PT Raja GRafindo, 1990), hlm.253-254.

[4] George Ritzer dan Douglas J.Goodman, Teori Sosiologi Modern, terj.Alimandan (Jakarta: Prenada, 2004), hlm.37-38.